Andy Satyakusuma

welcome to our blog

About Andy

ASIA AFRICA FOUNDATION
Finance and Foreign Affair Director
Indonesia

INTERNATIONAL HUMAN RIGHT ORGANIZATION
Goodwill Ambassador

IMPACTIVITY UK LTD
Director
London, United Kingdom

MY GLOBAL FUND - THE GLOBAL FUND
Fight against the world's three deadliest pandemics: HIV/AIDS, tuberculosis and malaria.
Country Coordinating Mechanism
The Country Coordinating Mechanism is a
country-level partnership of stakeholders from
nongovernmental organizations, multilateral and
bilateral agencies, the public and private sectors,
and people living with or affected by the diseases.
It is responsible for submitting proposals to the
Global Fund, nominating the grantee(s) or Principal
Recipient(s) and providing oversight to grant
implementation.

Total Pageviews

Blog Archive

Download

FOREX RATES live

Radio

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

    Posted by: Andy Satyakusuma Posted date: 4:20 AM / comment : 2


    Budaya politik yang berkembang pada era reformasi ini adalah budaya politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit politik. Budaya seperti itu telah membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun struktur dan fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era yang satu ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya. Menurut Karl D. Jackson dalam Budi Winarno (2008), budaya Jawa telah mempunyai peran yang cukup besar dalam mempengaruhi budaya politik yang berkembang di Indonesia. Relasi antara pemimpin dan pengikutnya pun menciptakan pola hubungan patron-klien (bercorak patrimonial). Kekuatan orientasi individu yang berkembang untuk meraih kekuasaan dibandingkan sebagai pelayan publik di kalangan elit merupakan salah satu pengaruh budaya politik Jawa yang kuat.
    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus Dwiyanto dkk dalam Budi Winarno (2008) mengenai kinerja birokrasi di beberapa daerah, bahwa birokrasi publik masih mempersepsikan dirinya sebagai penguasa daripada sebagai abdi yang bersedia melayani masyarakat dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari perilaku para pejabat dan elit politik yang lebih memperjuangkan kepentingan kelompoknya dibandingkan dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
    Dengan menguatnya budaya paternalistik, masyarakat lebih cenderung mengejar status dibandingkan dengan kemakmuran. Reformasi pada tahun 1998 telah memberikan sumbangan bagi berkembangnya budaya poltik partisipan, namun kuatnya budaya politik patrimonial dan otoriterianisme politik yang masih berkembang di kalangan elit politik dan penyelenggara pemerintahan masih senantiasa mengiringi. Walaupun rakyat mulai peduli dengan input-input politik, akan tetapi tidak diimbangi dengan para elit politik karena mereka masih memiliki mentalitas budaya politik sebelumnya. Sehingga budaya politik yang berkembang cenderung merupakan budaya politik subjek-partisipan.
    Terdapat lima preposisi tentang perubahan politik dan budaya politik yang berlangsung sejak reformasi 1998, antara lain:
    11.     Orientasi Terhadap kekuasaan
    Misalnya saja dalam partai politik, orientasi pengejaran kekuasaan yang sangat kuat   dalam partai politik telah membuat partai-partai politik era reformasi lebih bersifat pragmatis.

    22.     Politik mikro vs politik makro
    Politik Indonesia sebagian besar lebih berkutat pada politik mikro yang terbatas pada hubungan-hubungan antara aktor-aktor politik, yang terbatas pada tukar-menukar kepentingan politik. Sedangkan pada politik makro tidak terlalu diperhatikan dimana merupakan tempat terjadinya tukar-menukar kekuatan-kekuatan sosial seperti negara, masyarakat, struktur politik, sistem hukum, civil society, dsb.
    Kepentingan negara vs kepentingan masyarakat
    1a.     Realitas politik lebih berorientasi pada kepentingan negara dibandingkan kepentingan masyarakat.
    2b.     Bebas dari kemiskinan dan kebebasan beragama

    Desentralisasi politik
    Pada kenyataannya yang terjadi bukanlah desentralisasi politik, melainkan lebih pada berpindahnya sentralisme politik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
    Dengan demikian, budaya politik era reformasi tetap masih bercorak patrimonial, berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan, bersifat sangat paternalistik, dan pragmatis. Hal ini menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Budi Winarno (2008) karena adopsi sistem politik hanya menyentuh pada dimensi struktur dan fungsi-fungsi politiknya, namun tidak pada budaya politik yang melingkupi pendirian sistem politik tersebut.

    Pada saat ini, keadaan ekonomi rakyat di lapangan sudah sangat mendesak. Keadaan dan situasi ekonomi mereka semakin terhempit seiring dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, dan meningkatnya tingkat kebutuhan.

    Rakyat sangat membutuhkan sebuah kebijakan-kebijakan politik yang lebih memihak kepada perkembangan ekonomi rakyat, bukan hanya kepada kepentingan politik  dan hukum terlebih lagi kepada berita perseteruan partai politik yang saat ini sedang marak di berita-berita baik di media televisi maupun cetak. Pemerintah harus lebih memperhatikan rakyatnya dan tidak hanya memikirkan partai dan kepentingan golongan. dibutuhkan seorang pemimpin yang lebih bijak dan lebih memperhatikan rakyatnya.














    Tagged with:

    Next
    Newer Post
    Previous
    Older Post

    2 for Politik di Indonesian sejak Era Reformasi (Tahun 1998-Sekarang)

Activity Photo

Comments

The Visitors says